Resensi Novel Bulang Cahaya
Diresensi Oleh : Rido Muliadin
Judul Buku : Bulang CahayaDiresensi Oleh : Rido Muliadin
Penulis : Rida K Liamsi Penerbit : JP Book, Surabaya
Cetakan : Pertama , Juli 2007
Tebal : vi + 328 halaman
Novel Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi ini brtujuan untuk memaparkan betapa rumitnya masalah kekuasaan. Novel ini tidak mengungkapkan konsep kekuasaan. Rida K Liamsi justru membuatnya dalam kisah percintaan yang kemudian berlanjut dalam kehidupan penguasa di Kerajaan Lingga. Hingga menjadi sebuah kisah cinta yang mngakibatkan hadirnya serangkaian intrik politik, kelincahan bersiasat, dan kepandaian memanfaatkan kesempatan.Secara struktural, novel ini dibuat dengan menggunakan pola cerita berbingkai.
Bagian Prolog adalah bingkai awal,yaitu tokoh Raja Arief sampai pada sebuah naskah kuno berbahasa Arab-Melayu yang dikirim sahabatnya dari Belanda, Jan van der Plas.Bagian Intinya percintaan Raja Djaafar anak bangsawan Bugis-Melayu dengan Tengku Buntat anak bangsawan Melayu. Bagian Epilog adalah bingkai akhir yang menceritakan, bahwa kisah cinta Raja Djaafar dengan Tengku Buntat adalah problematika cinta,lantaran cinta tidak mengenal ruang dan waktu,batas usia, agama, suku, bangsa atau apa pun. Novel ini Berbeda dengan kisah cinta abadi Romeo dan Juliet,percintaan Raja Djaafar dan Tengku Buntat dalam Bulang Cahaya, tidak berakhir dengan kematian, melainkan berakhir pada peristiwa yang jauh lebih dahsyat,yaitu pecahnya Kerajaan Melayu yang kemudian berakhir pada Traktat London 1824.
Bulang Cahaya merupakan sesuatu yang penting bagi pernovelan Indonesia, lantaran ia ikut memperkaya latar novel sejenisnya. Novel Bulang Cahaya pada awalnya terkesan hendak berkisah tentang salah satu bagian dari perjalanan sejarah Kerajaan Lingga. Dengan menggunakan bentuk kilas-balik, cerita dimulai dari luka hati yang dialami Raja Djaafar atas keputusan politik Mahmud untuk menghentikan perang saudara antara Melayu dan Bugis.
Novel ini berisikan tentang kisah cinta zaman kerajaan yang masih memancarkan daya tariknya. Pembaca seolah-olah hendak dibawa memasuki lika-liku berbagai peristiwa dalam kehidupan kerajaan Lingga.
Pada awalnya, kisah diceritakan agak lambat.Ketika terjadi perebutan kekuasaan,dan sejumlah persoalan politik, dengan kisah cinta Raja Djaafar dan Tengku Buntat sebagai perekatnya, penceritaan kisah dalam novel itu seperti semakin cepat.
Novel Bulang Cahaya juga memberi hiburan yang mendidik. Bulang Cahaya seperti merepresentasikan etika, adab, norma, tradisi, dan adat-istiadat Melayu agar tidak hanya menjadi mitos,tetapi juga memberikan gambaran bagaimana kekuasaan dijalankan atas nama kepentingan negara.